Keutamaan Sholat Sunnah Sebelum Dzuhur dan Setelahnya
Bersama Pemateri :
Syaikh `Abdurrazzaq bin `Abdil Muhsin Al-Badr
Keutamaan Sholat Sunnah Sebelum Dzuhur dan Setelahnya adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Kifayatul Muta’abbid wa Tuhfatul Mutazahhid. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 8 Shafar 1441 H / 07 Oktober 2019 M.
Pembahasan halaman ke-65 pada kitab Kifayatul Muta’abbid wa Tuhfatul Mutazahhid.
Kajian Islam Ilmiah Tentang Keutamaan Sholat Sunnah Sebelum Dzuhur dan Setelahnya
Berkata penulis kitab ini Rahimahullah, ‘Ummu Habibah Radhiyallahu ‘Anha meriwayatkan bahwasannya beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
منْ حَافظَ عَلى أَرْبَعِ ركعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَأَرْبعٍ بَعْدَهَا، حَرَّمهُ اللَّه عَلَى النَّارَ
“Barangsiapa yang senantiasa menjaga empat rakaat sebelum dzuhur dan 4 rakaat setelahnya, Allah akan mengharamkan neraka atasnya.” (HR. Abu Dawud 1269, Tirmidzi 428, An-Nasai, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Albani)
Penuli kitab ini Rahimahullah menyebutkan hal-hal yang berkaitan dengan shalat rawatib sebelum dan setelah dzuhur. Beliau Rahimahullah Rahimahullah menyebutkan hadits Ummu Habibah Radhiyallahu ‘Anha bahwasanya beliau mengatakan, “Ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang menjaga empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat setelah dzuhur, Allah akan mengharamkan neraka atasnya`”
Ini menunjukkan besarnya pahala dan keutamaan bagi orang yang dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjaga empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat setelahnya. Dan bahwasanya barangsiapa yang menjaga shalat-shalat sunah ini Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengharamkan jasadnya dari neraka dan ia akan dimasukkan ke dalam surga.
Bab Keutamaan Shalat 12 Rakaat Sunnah Sehari Semalam
Penulis kitab ini Rahimahullah mengatakan Ummu Habibah Radhiyallahu ‘Anha juga meriwayatkan bahwasanya beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ عبْدٍ مُسْلِم يُصَلِّي للَّهِ تَعَالى كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عشْرةَ رَكْعَةً تَطوعًا غَيْرَ الفرِيضَةِ، إِلاَّ بَنَى اللَّه لهُ بَيْتًا في الجَنَّةِ
“Tidaklah seorang muslim shalat ikhlas kepada Allah Ta’ala setiap hari 12 rakaat sunnah (yang tidak wajib), kecuali Allah bangunkan untuknya rumah di surga.” (HR. Imam Muslim Rahimahullah)
Penulis kitab ini Rahimahullah menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan keutamaan shalat-shalat sunnah rawatib. Yaitu shalat-shalat sunnah yang berkaitan dengan shalat lima waktu yang wajib. Dan jumlahnya sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits tadi adalah sebanyak 12 rakaat.
Imam At-Tirmidzi Rahimahullah juga meriwayatkan hadits yang mirip dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan beliau menambahkan tambahan yang menjelaskan tentang sunah-sunah rawatib tersebut. Dalam riwayat At-Tirmidzi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ
“4 rakaat sebelum dzuhur, 2 rakaat setelahnya, 2 rakaat setelah maghrib, 2 rakaat setelah isya, dan 2 rakaat sebelum shalat fajar.” (HR. At-Tirmidzi 415)
Jumlahnya 12 rakaat
Barengsiapa yang dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjaga shalat-shalat sunah rawatib ini sehari semalam, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membangunkan untuknya rumah di surga.
Juga dalam hadits Ummu Habibah Radhiyallahu ‘Anha dijelaskan bahwasanya sunnah setelah shalat dzuhur ini ada dua rakaat. Dan hadits sebelumnya dijelaskan bahwasanya sunnah ba’diyah (setelah) shalat dzuhur ada 4 rakaat. Dan kedua hadits ini adalah hadits yang shahih dan tidak ada kontradiksi antara keduanya. Bahkan sebagaimana para ulama Rahimahullah mengatakan ketika menjamak hadits ini bahwasanya ini menjelaskan bahwa perkara shalat sunnah setelah dzuhur ini adalah luas. Dan bahwasannya shalat ba’diyah dzuhur bisa dikerjakan lebih sedikit, juga bisa dikerjakan lebih banyak rakaatnya. Barangsiapa yang shalat hanya 2 rakaat, maka berarti dia telah melaksanakan sunnah dan barangsiapa yang melaksanakan 4 rakaat berarti dia telah melaksanakan yang lebih sempurna dan lebih afdhal.
Maka seyogyanya bagi setiap muslim untuk senantiasa memperhatikan dan menjaga shalat setelah dzuhur 2 rakaat dan senantiasa menjaganya dan apabila dia tambah 4 rakaat, maka ini lebih sempurna dan lebih baik.
Para pemirsa dan pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, jika kita perhatikan jumlah rakaat shalat yang senantiasa dilakukan dan dijaga oleh seorang muslim dalam sehari semalam (baik itu shalat-shalat wajib dan shalat sunnah), maka kita bisa sebutkan bahwasanya shalat wajib itu ada 17 rakaat. Kemudian ditambah 12 rakaat shalat sunnah rawatib yang disebutkan dalam hadits Ummu Habibah Radhiyallahu ‘Anha. Maka jumlahnya semua menjadi 29 rakaat. Kemudian kita tambahkan lagi dengan shalat lail yang jumlahnya 11 rakaat, bahkan seandainya seseorang ketiduran dari shalat lail maka hendaklah ia melaksanakan shalat tersebut pada waktu dhuha dan tidak menutupnya dengan withir tetapi melaksanakannya dengan sempurna. Yaitu tidak di witir dengan 12 rakaat, maka dalam sehari semalam ia akan shalat sebanyak 40 rakaat.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah tentang 40 rakaat ini, maka jumlah shalat wajib, shalat sunnah dalam sehari semalam sekitar 40 rakaat. Juga Ibnu Qayyim Rahimahullah mengatakan bahwa 40 rakaat ini adalah shalat yang senantiasa dijaga oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (baik itu yang wajib maupun yang sunnah, juga termasuk qiyamul lail dan withir.
Ibnul Qayyim Rahimahullah juga mengatakan bahwa seyogyanya bagi seorang hamba untuk senantiasa menjaga wirid ini sampai ia meninggal. Karena sungguh betapa cepat pintu akan terbuka bagi orang yang senantiasa mengetuknya 40 kali sehari semalam dan hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
Keutamaan Shalat Lail (Shalat Malam)
Penulis kitab ini Rahimahullah mengatakan bahwa sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim 1163)
Dalam hadits ini menunjukkan bahwasanya shalat malam atau shalat lail adalah shalat yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala setelah shalat wajib. Karena berdiri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tunduk di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, menghinakan diri dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala di tengah malam dengan mengharap apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam FirmanNya:
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا
“Lambung-lambung mereka jauh dari tempat-tempat tidur, mereka berdoa kepada Tuhan mereka dengan rasa takut dan rasa harap.” (QS. As-Sajdah[32]: 16)
Ini adalah ibadah yang paling agung. Karena waktu tersebut adalah waktu bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, waktu manusia sedang tidur dan ketika itu hawa nafsu mengajak seseorang untuk tetap berada di kasurnya. Maka disini adalah suatu yang sangat berat kecuali bagi orang yang khusyu’:
الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ﴿٤٦﴾
“Yaitu orang-orang yang yakin bahwasanya ia akan bertemu dengan Tuhan mereka dan bahwasanya mereka akan dikembalikan kepadaNya.” (QS. Al-Baqarah[2]: 46)
Berkata Ath-Thibi Rahimahullah, “Dan sungguh shalat tahajud seandainya tidak ada tidak ada keutamaan untuk shalat tahajud selain apa yang disebutkan dalam firman Allah:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا ﴿٧٩﴾
“Dan dari sebagian malam berdirilah untuk bertahajud sebagai tambahan untuk kamu, semoga Allah memberikan kepadamu tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra`[17]: 79)
Juga firman Allah:
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ
“Lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidur.” (QS. As-Sajdah[32]: 16)
Sampai firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ
“Dan jiwa-jiwa tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka dari penyejuk mata.” (QS. As-Sajdah[32]: 17)
Juga selainnya dari ayat-ayat yang menunjukkan keutamaan shalat tahajud, maka cukup hal itu menjadi motivasi bagi kita untuk melakukannya.
Hadits ini juga menunjukkan keutamaan ibadah-ibadah yang wajib dan tingginya kedudukan ibadah-ibadah yang wajib tersebut dibandingkan ibadah-ibadah yang sunnah. Dan tidaklah seseorang mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sesuatu yang lebih Allah cintai daripada apa yang Allah wajibkan. Oleh karena itu ketika disebutkan dalam hadits ini tentang puasa sunnah, maka keutamaannya setelah puasa wajib. Juga ketika disebutkan tentang keutamaan shalat sunnah, keutamaannya disebutkan setelah shalat wajib. Dalam hadits qudsi Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata:
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ،
“Dan tidaklah hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa yang Aku wajibkan atasnya. Dan senantiasa hambaKu mendekat kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sampai Aku mencintainya.”
Maka mendekatkan diri beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ibadah-ibadah sunnah dilakukan setelah seorang menjaga perkara-perkara yang wajib dalam agama Islam. Oleh karena itu Ibnu Hajar Rahimahullah menyebutkan dari sebagian ulama:
مَنْ شَغَلَهُ الْفَرْضُ عَنِ النَّفْلِ فَهُوَ مَعْذُورٌ، وَمَنْ شَغَلَهُ النَّفْلُ عَنِ الْفَرْضِ فَهُوَ مَغْرُورٌ
“Barangsiapa yang disibukkan dengan sesuatu yang wajib sehingga tidak mampu melaksanakan yang sunnah maka dia mendapat udzur, dan barangsiapa disibukkan dengan perkara sunnah sehingga tidak melakukan yang wajib berarti dia orang yang tertipu.” (Fathul Bari 343/11)
Kemudian penulis kitab ini Rahimahullah mengatakan sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan sampai kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda:
يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ ثَلاَثَ عُقَدٍ إِذَا نَام، بكُلِّ عُقْدَةٍ يَضْرَبُ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ، فَإِذا اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ تعالى انْحَلَّتْ عنه عقدة، وإذا تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عنه عُقْدَتَانِ، فَإِذا صَلَّى انْحَلَّتِ العُقَدُ، فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ، وَإِلَّا أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ
“Setan mengikat kepala bagian belakang salah seorang diantara kalian tiga ikatan apabila ia tidur, ia mengikat setiap ikatan dan ia mengatakan, ‘malam masih panjang silakan kamu tidur’, apabila ia terbangun dan berdzikir kepada Allah Ta’ala maka akan terlepas satu ikatan, dan apabila ia berwudhu maka akan terlepas dua ikatan, dan apabila ia shalat maka akan terlepas semua ikatan dan ia akan bangun dalam keadaan bersemangat, jiwanya segar dan jika tidak ia lakukan hal-hal tersebut ia akan bangun dalam keadaan jiwanya buruk dan ia akan sangat malas.” (HR. Bukhari 1142, Muslim 776)
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ), para ulama berbeda pendapat dalam menafsikan kalimat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwasanya adalah perumpamaan dari ikatan bani Adam, bukan ikatan yang sebenarnya. Pendapat yang lain bahwa ikatan disini adalah ikatan yang sesungguhnya dan bahwasanya setan melakukan hal tersebut seperti apa yang dilakukan oleh wanita-wanita tukang sihir yang mengikat buhul-buhul dan meniupnya. Arti dari (قَافِيَةِ أَحَدِكُمْ) yaitu kepala bagian belakang. Juga dalam syiir disebut qafiyatu syiir (bait yang terkahir atau akhir dari setiap bait).
Hadits ini disebutkan oleh penulis kitab Rahimahullah untuk memotivasi kita melakukan qiyamul lail. Para ulama menyebutkan hadits-hadits ini dalam bab anjuran untuk qiyamul lail. Dan ikatan-ikatan yang diikat oleh setan adalah diikat di bagian belakang kepala seseorang. Dan ikatan adalah ikatan benar-benar ikatan yang sesungguhnya.
Sabda Rasulullah “setan mengikat bagian belakang kepala seorang diantara kalian” ini adalah secara umum kecuali yang disebutkan dalam hadits orang-orang yang dikecualikan. Yaitu orang yang sebelum tidur berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala membentengi dirinya dengan membaca Al-Qur’an, membaca dzikir-dzikir yang diriwayatkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka setan pun tidak akan mendekatinya bahkan Allah senantiasa menjaganya sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwasanya barangsiapa membaca ayat kursi ketika ia kembali ke kasurnya maka dia akan dijaga dari setan. Juga barangsiapa yang membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas lau kemudian meniupkan ketangannya dan membasuh badannya kemudian dia juga membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan, maka dzikir-dzikir tersebut akan menjadi benteng yang sangat kuat untuknya dan yang menjaganya dari setan yang terkutuk. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَـٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ ﴿٣٦﴾
“Barangsiapa yang berpaling dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Kami jadikan setan sebagai teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az-Zukhruf[43]: 36)
Juga firman Allah:
وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُم بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِم بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ وَعِدْهُمْ ۚ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا ﴿٦٤﴾ إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ ۚ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ وَكِيلًا ﴿٦٥﴾
“Bujuk dan ajaklah siapa yang engkau mampu dari mereka dengan bisikanmu dengan tentaramu yang berkuda dan tentaramu yang berjalan kaki dan ikutilah mereka dalam harta dan anak-anak dan berilah mereka janji. Dan tidaklah setan yang memberi janji kecuali janji yang menipu. Sesungguhnya hamba-hambaKu tidak ada kekuasaan atasmu bagi mereka dan cukuplah Allah sebagai penolong.” (QS. Al-Isra`[17]: 64:65)
Berkata sebagian ahli tafsir ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya hamba-hambaKu tidak mempunyai kekuasaan atas mereka.” Yaitu maksudnya orang-orang yang berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala setan tidak mampu untuk mengganggu mereka. Karena orang yang berdzikir kepada Allah berada dalam tembok yang sangat kokoh yang akan menjaganya dengan izin Allah dari setan yang terkutuk.
Perkataan penulis kitab ini Rahimahullah, “Setiap ikatan setan mengikat ikatan tersebut dan mengatakan, ‘engkau masih punya malam yang panjang maka silakan tidur.`” Ini menjelaskan bahwasanya tujuan dari ikatan-ikatan tersebut agar seorang lemah ketika ia ingin bangun melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَإِذَا اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ -تعلى- انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، وَإِذَا تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عَنْهُ عُقْدَتَانِ ، فَإِذَا صَلَّى انْحَلَّتِ الْعُقَدُ ، فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ
“Apabila ia terbangun kemudian berdzikir kepada Allah Ta’ala akan lepas satu ikatan, apabila ia berwudhu terlepas dua ikatan dan apabila ia shalat maka terlepas semua ikatan. Maka ia pun terbangun pagi dalam keadaan semangat dan jiwanya segar.” (HR. Muslim)
Ini menunjukkan bahwasannya bangkitnya seseorang untuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di tengah malam mengharuskan ikatan-ikatan setan tersebut terlepas. Dan diantara pengaruhnya yaitu ruh dan badan menjadi bersemangat, jiwa menjadi tenang dan hati menjadi bahagia di hari tersebut. Dan ini adalah di antara manfaat dan buah-buah yang didapatkan oleh orang yang bangun qiyamul lail sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Sallam:
فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ
“Ia akan bangun dengan semangat dan juga jiwanya menjadi baik.”
Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Dan apabila ia tidak melakukan hal tersebut, ia akan terbangun jiwanya buruk dan dia akan merasa malas.” Yaitu apabila dia terus tidur dan tidak bangun, maka hal tersebut menjadi penyebab dia menjadi malas dan jiwanya menjadi buruk. Dan apabila seseorang terus tidur sampai pagi, maka setan akan kencing di telinganya sebagaimana shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya disebutkan tentang seseorang yang tidur sampai pagi. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
ذَاكَ رَجُلٌ بَالَ الشَّيْطَانُ فِي أُذُنَيْهِ، أو قال: فِي أُذُنه
“Setan telah kencing di kedua telinga orang tersebut.” atau “di salah satu telinganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan yang dimaksud dengan “kencing di telinganya” adalah kencing yang sebenarnya. Karena setan menghinakan orang tersebut bahkan menjadikan telinganya seperti WC yang dijadikan tempat seorang buang air kecil. Dan tentu siapa yang ingin telinganya menjadi WC yang dijadikan setan untuk tempat buang air kecil di telinga tersebut.
Ini menunjukkan keutamaan ketaatan secara umum dan pentingnya shalat secara khusus. Dan ini juga menunjukkan bahwasanya bangun adalah sebab seorang terlindung dari setan dan bahwasanya qiamul lail dan bangkit untuk shalat di tengah malam terutama di sepertiga malam terakhir adalah sebab seseorang menjadi bahagia, hatinya menjadi tenang dan sebab keberkahan pada hari tersebut bagi orang-orang yang diberi taufik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk melaksanakan qiyamul lail.
Perkataan penulis kitab ini Rahimahullah bahwa para ulama berselisih dalam mentakwilkan hadits ini. Yaitu arti dari setan mengikat bagian belakang kepala seseorang. Sebagian berpendapat bahwasanya ini sekadar perumpamaan dan isti’arah bukan ikatan yang sebenarnya akan tetapi sekedar perumpamaan saja dari ikatan-ikatan anak Adam. Dan tentu perkataan ini tidak benar. Karena kaidah menurut para ahlus sunnah yaitu perkara-perkara yang ghaib diimani sebagaimana tertera dalam hadits tersebut dan tidak boleh dipalingkan dari dzahirnya. Adapun ta’wil atau melainkan dari maksudnya dan menganggap bahwa hanya itu dan isti’arah, maka ini semuanya adalah perkataan tentang hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tanpa ilmu.
Perkataan penulis kitab ini Rahimahullah, “Dan pendapat yang lain mengatakan bahwasanya hadits ini dipahami secara lahir dan bahwasanya setan benar-benar melakukan hal tersebut sebagaimana dilakukan oleh wanita-wanita tukang sihir yang mengikat buhul-buhul dan meniupnya.” Dan ini adalah pendapat yang benar. Karena yang benar bahwasanya perkara-perkara ghaib harus diimani sesuai apa yang tertera dalam nash-nash tersebut sebagaimana yang di sampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Juga Allah Ta’ala berfirman:
وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ ﴿٤﴾
“Dan dari keburukan wanita-wanita tukang sihir yang meniup di buhul-buhul.” (QS. An-Naas[144]: 4)
Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Keutamaan Sholat Sunnah Sebelum Dzuhur dan Setelahnya
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47890-keutamaan-sholat-sunnah-sebelum-dzuhur-dan-setelahnya/